Abudini الوَجوئي

HIDUP INDAH DI ATAS SUNNAH

Category Archives: MANHAJ SALAF

Kedermawanan Hati Dan Jiwa Yang Besar

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﻟﻴﺲ ﺍﻟﻐﻨﻰ ﻋﻦ ﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﻌﺮﺽ، ﻭ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻐﻨﻰ ﻏﻨﻰ ﻏﻨﻰ ﺍﻟﻨﻔﺲ

Dari Abu hurairah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, kekayaan bukanlah banyaknya harta, melainkan kekayaan itu adalah kaya jiwa.( Shahih. takhrij al-misykah (16) Al-Bukhori ( 81 ) kitab ar-Riqaq (15) bab ghina ghinan nafsa, muslim (12) kitab az-Zakah (40) laisal ghina an katsratil aradh (hadist 120)

ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﺳﺌﻞ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺷﻴﺌﺎ ﻓﻘﺎﻝ ﻻ

Dari jabir ia berkata, tidak pernah nabi dimintai sesuatu lalu beliau mengatakan tidak(Shahih. muhktashor asyamaail (302) Al-Bukhori ( 78 ) kitab al-adab (39) bab husnul huluq. Muslim ( 43) kitab al fadha il (14) bab ma su ila Rasulullah shallallahu alaihi wa salam hadist ke 56)

Faeadah hadist :
Baca pos ini lebih lanjut

SEORANG MUSLIM MERAYAKAN VALENTINE…..???

Siapakah yang melarang seorang muslim ikut merayakan VALENTINE….???

Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72) Baca pos ini lebih lanjut

HADIRILAH MAJELIS ILMU

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه ia berkata :Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda : “Apabila berkumpul suatu kaum dalam rumah-rumah Allah (masjid) untuk membaca Al Qur’an dan mempelajarinya, maka ketenangan pasti akan turun kepada mereka, rahmat Allah melingkupi mereka, malaikat-malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan makhluk yang ada didekatNya (para malaikat).”(HR. Muslim) Baca pos ini lebih lanjut

Hukum Perayaan Menyambut Tahun Baru

Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta
Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya :
[1]. Pada beberapa hari belakangan ini, kami menyaksikan betapa gencarnya liputan mass-media mass-media (cetak maupun elektronik) dalam rangka menyambut datangnya tahun 2000M dan permulaan Milenium Ketiga seputar kejadian-kejadian dan prosesi-prosesinya. Terlihat bahwa orang-orang kafir dari kalangan yahudi dan nashrani serta selain mereka begitu suka cita menggantungkan harapan-harapan dengan adanya hal itu.

Pertanyaannya, wahai Syaikh yang mulia. Sesungguhnya sebagian mereka yang menisbatkan diri sebagai orang Islam telah juga menunjukkan perhatiannya terhadap hal ini dan menganggapnya sebagai momentum bahagia sehingga mengaitkan hal itu dengan pernikahan, pekerjaan mereka atau memajang/menempelkan pengumuman tentang hal itu di altar-altar perdagangan atau perusahaan mereka dan lain sebagainya yang menimbulkan dampak negatif bagi seorang Muslim.

Dalam hal ini, apakah hukum mengangungkan momentum seperti itu dan menyambutnya serta saling mengucapkan selamat karenanya, baik secara lisan, melalui kartu khusus yang dicetak dan lain sebagainya, menurut syari’at Islam ? Semoga Allah memberikan ganjaran pahala kepada anda atas amal shalih terhadap Islam dan kaum Muslimin dengan sebaik-baik ganjaran.

[2]. Dalam versi pertanyaan yang lain : Orang-orang yahudi dan nashrani bersiap-siap untuk menyambut datang tahun baru 2000 Masehi berdasarkan sejarah mereka dalam bentuk yang tidak lazim demi mempromosikan program-program serta keyakinan-keyakinan mereka di seluruh dunia, khususnya di negeri-negeri Islam.

Sebagian kaum Muslimin telah terpengaruh dengan promosi ini sehingga mereka nampak mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal itu, dan di antara mereka ada yang mengumumkan potongan harga (diskon) atas barang dagangannnya spesial buat momentum ini. Kiranya, dikhawatirkan kelak hal ini berkembang menjadi aqidah kaum Muslimin di dalam ber-wala’ (loyal) terhadap orang-orang non Muslim. Baca pos ini lebih lanjut

AWAS !!! KABAR BURUNG

Syaikh Dr Abdul Azim Badawi
Allah berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” [Al-Hujurat : 6]

Pada ayat ini, Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman dari mengekor kepada isu yang tersebar, dan memerintahkan mereka untuk meneliti kebenaran berita yang sampai kepada mereka, karena tidak semua yang diberitakan itu benar adanya, dan tidaklah setiap yang dibicarakan itu merupakan suatu kejujuran. Sesungguhnya, musuh-musuh kalian senantiasa mengintai kelemahan kalian, maka wajib atas kalian agar selalu terjaga, sehingga kalian bisa memergoki orang-orang yang hendak membangkitkan dan menyebarkan kegelisahan serta isu-isu yang tidak benar ditengah-tengah kalian. Baca pos ini lebih lanjut

NASIHAT BAGI PEMUDA MUSLIM DAN PENUNTUT ILMU

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertama-tama aku menasihatimu dan diriku agar bertakwa kepada Allah Jalla Jalaluhu, kemudian apa saja yang menjadi bagian/cabang dari ketakwaan kepada Allah Tabaarakan wa Ta’ala seperti :

[1]. Hendaklah kamu menuntut ilmu semata-mata hanya karena ikhlas kepada Allah Jalla Jalaluhu, dengan tidak menginginkan dibalik itu balasan dan ucapan terima kasih. Tidak pula menginginkan agar menjadi pemimpin di majelis-majelis ilmu. Tujuan menuntut ilmu hanyalah untuk mencapai derajat yang Allah Jalla Jalaluhu telah khususkan bagi para ulama. Dalam firmanNya. Baca pos ini lebih lanjut

Hari Asyura 10 Muharram Antara Sunnah Dan Bid’ah

SEJARAH DAN KEUTAMAAN PUASA ASYURA

Ustadz Aris Munandar bin S.Ahmadi

Sesungguhnya hari Asyura (10 Muharram) meski merupkan hari bersejarah dan diagungkan, namun orang tidak boleh berbuat bid’ah di dalamnya. Adapun yang dituntunkan syariat kepada kita pada hari itu hanyalah berpuasa, dengan dijaga agar jangan sampai tasyabbuh dengan orang Yahudi.

“Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah صلی الله عليه وسلم pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.” [1] Baca pos ini lebih lanjut

Kehidupan Sehari-Hari Yang Islami

Syaikh Abdullah bin Jaarullah bin Ibrahim Al-Jaarullah

Saudaraku….
Dengan penuh pengharapan bahwa  kebahagian dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka  kami sampaikan risalah  yang berisikan  pertanyaan-pertanyaan  ini  kehadapan anda untuk direnungkan dan di jawab dengan perbuatan.

Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja kami angkat kehadapan anda dengan harapan yang tulus dan cinta karena Allah سبحانه و تعالى, supaya  kita  bisa mengambil  mannfaat dan faedah yang banyak darinya, disamping itu sebagai bahan kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana dan ada dimana posisinya selama ini. Baca pos ini lebih lanjut

KITAB-KITAB SALAF DALAM MASALAH AQIDAH

Wahai saudaraku yang mulia;

Sekarang kita sampai kepada pembahasan yang sesuai dengan judul tulisan ini. Kita telah mengetahui perbedaan antara manhaj salaf dengan khalaf dan mengetahui pula kedudukan dan pentingnya aqidah salaf yang garis besarnya adalah berpegang teguh dengan sunnah dan menjauhi kebid’ahan.

Di dalam bab ini, saya akan menyabutkan dua Imam yang mulia.

Imam Az Zuhri rahimahullah berkata: “Ulama-ulama kita berkata:

“Berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan.”

Imam Malik rahimahullah berkata:

“As Sunnah adalah seperti perahunya Nabi Nuh. Barangsiapa yang menaikinya, ia akan selamat dan barangsiapa yang tidak mau menaikinya, maka ia akan tenggelam.”[24]

Seharusnya bagi (seorang) penuntut ilmu bersemangat untuk menyelamatkan aqidah dan manhajnya.

Caranya dengan cara membiasakan diri dengan membaca kitab-kitab sunnah dan kitab yang berisi aqidah salafus shalih serta bersungguh-sungguh dalam menelaahnya. Kemudian mempraktekkan apa yang telah diketahuinya dengan penuh keadilan dalam semua urusan. Tidak tafrith (menyepelekan) dan tidak pula ifrath (melampaui batas).

Hendaklah para penuntut ilmu menghindari sikap keras yang melampaui batas. Selalu bersama para ulama yang kokoh di atas sunnah dan mencontoh mereka untuk menghadapi (permasalahan) yang berada di sekitar kita.

Menjauhkan diri dari sikap menentang dan berpaling dari manhaj salaf serta kitab-kitabnya atau menjelek-jelekkan para ulama yang kokoh (di atas ilmu) atau menganggap mereka jahil dan lalai.

Jika semuanya ini telah kalian ketahui, maka ketahuilah wahai saudaraku, bahwa kitab-kitab yang menjelaskan tentyang aqidah salaf ada tiga bentuk, yaitu:

Pertama       : Kitab-kitab Hadits.

Kedua          : Kitab-kitab Tafsir.

Ketiga                   : Kitab-kitab khusus yang berbicara dalam masalah ijtihad.

Dan saya akan menjelaskan dari tiap-tiap bagian macam-macamnya, jika memungkinkan.

A. KITAB-KITAB HADITS

Kebanyakan kitab-kitab hadits sangat memperhatikan hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah i’tiqad (keyakinan) dan mencakup juga di dalamnya bantahan terhadap penyelisihnya.

Diantara kitab-kitab hadits adalah:

  1. Shahih Al Bukhari (Kitab hadits yang paling utama).

Imam Al Bukhari memasukkan dalam kitab Shahih beliau tiga kitab dalam masalah i’tiqad dan bantahan kepada kelompok Murji’ah.[25] Kitab  Tauhid milik beliau rahimahullah mencakup di dalamnya bantahan terhadap kelompok Jahmiyah.[26]

Sedangkan kitab Al I’tisham bis Sunnah mencakup bantahan terhadap para pengagung akal dan orang-orang yang mengingkari hadits Ahad sebagai hujjah (di dalam agama, khususnya dalam masalah aqidah –ed).

  1. Shahih Muslim.

Imam Muslim memasukkan di dalam kitab Al Iman (Permasalahan tentang aqidah) dan mencakup bantahan terhadap Qadariyah.[27]

  1. Sunan Abu Dawud.

Abu Dawud memasukkan dalam Sunan-nya, kitab As Sunnah yang di dalamnya membahas bantahan terhadap Qadariyah, Murji’ah, Jahmiyah Al Mu’aththilah.

Beliau bahkan meletakkan judul dan nama-nama kelompok tersebut seperti ucapan beliau dalam bab: Ar Raddu ‘alal Jahmiyah.

4. Sunan Ibnu Majah.

Al Imam abu ‘Abdillah Muhammad Yazid bin Majah meletakkan di dalam mukadimah kitab Sunan mulik beliau tentang wajibnya mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan jumlah halaman kurang lebih sebanyak 100 halaman dengan jumlah hadits sebanyak 266 buah.

Beliau membuat banyak bab (di dalamnya), diantaranya: bab: Fima Unkiratil Jahmiyah. Beliau menyebutkan di dalam bab ini pengingkaran Jahmiyah terhadap ru’yatullah (Allah akan dilihat pada hari kiamat), Allah berbicara dan Allah beristiwa’ di atas ‘Asry-Nya.

Beliau membawakan hadits-hadits yang merupakan bantahan terhadap mereka. Baliau menjelaskan juga tentang Khawarij dan selain mereka dari kelompok-kelompok bid’ah. Bahkan beliau menulis satu bab (yang membahas) kewajiban untuk menjauhi ra’yu (pendapat-pendapat yang tidak memiliki dasar atau dalil). Baca pos ini lebih lanjut

SALAFIYAH DAN AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Diantara para da’i, ada yang selalu mengelak untuk memakai istilah salafiyah dan mereka hanya terfokus dengan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, padahal mereka mengaku beraqidah salaf.

Mereka hanya memperkenalkan sifat dakwahnya dengan sebutan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka menyatakannya berkali-kali dalam muhadharah-muhadharah (ceramah-ceramah) dan majelis ilmu mereka.

Demikianlah, tatkala mereka tidak mau memakai istilah salafiyah, maka ini termasuk dari bukti keagungan dan kemuliaan Allah, agar dakwah yang haq (benar) berbeda dengan segala yang mengotorinya dan agar tersating dari segala kerancuan dan noda-noda.

Adapun penjelasannya mengapa istilah Ahlus sunnah wal Jama’ah mulai berkembang (dan muncul) adalah ketika fitnah-fitnah pada saat itu mulai berbenih bid’ah-bid’ah. Untuk itu, jama’ah kaum muslimin yang berpegang dengan sunnah terbedakan dengan yang lainnya.

Sehingga mereka dikatakan Ahlus Sunnah, sedang lawannya disebut Ahlul Bid’ah. Yang berpegang dengan sennah disebut juga dengan Al Jama’ah. Istilah ini merupakan asal nama mereka, yang terpisah dari hawa nafsu dan kebid’ahan.

Adapun pada masa kini, setiap kelompok dan aliran yang berbeda-beda memakai istilah ahlus Sunnah wal Jama’ah. Anda menyaksikan banyak kelompok yang menamakan diri –meski aturan-aturan yang mereka pakai berasal dari mereka sendiri- dengan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Sampai-sampai sejumlah tarekat sufi memakai istilah ini begitu juga Asy’ariyah, Maturidiyah, Barlawiyah dan yang semisalnya mengaku (dan mengatakan): “Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Bersamaan dengan itu mereka takut kalau memakai dan mensifati dakwah mereka dengan istilah salafiyah. Mereka berusaha menjauh dari manhaj salaf, sekalipun hanya sebatas nisbah (menyandarkan) apalagi mewujudkan manhaj salaf (dalam amal perbuatan).

Oleh karena itu, syiar ahlus Sunnah adalah mengikuti salafus shalih dan meninggalkan segala macam kebid’ahan dan perkara-perkara yang baru (dalam agama).[4]

Barangsiapa yang mengingkari, bahkan melecehkan salaf dan tidak mau mengikutinya, maka harus dibantah dan diluruskan ucapannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak ada kehinaan bagi siapa saja yang memperjuangkan mazhab salaf, menisbatkan diri kepadanya, bahkan wajib menerima yang demikian itu berdasar kesepakatan (para ulama), karena sesungguhnya mazhab salaf adalah pasti benar.”[5]

Saya bertanya-tanya, mengapa sebagian saudara kita terus memakai istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka enggan untuk memakai istilah salafiyah.

Kita yakin bahwa mereka berada di atas aqidah salaf. Mereka menimba kebersihan aqidah tersebut, bahkan mereka tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga dan berbagai tingkat pendidikan tersebut.

Saya katakan, mengapa mereka tidak mencukupkan saja dengan memakai kata muslimin, kalau seandainya mereka takut atau khawatir akan mengantarkan kepada perpecahan, menurut pendapat mereka?!

Apabila mereka membolehkan menisbatkan diri dengan nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka tidak ada larangan jika memakai nama salafiyah sebagai nisbat kepada salafus shalih, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Akan tetapi saya katakan: “Tidak tersembunyi lagi, mengapa mereka terus menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena mereka ingin menampakkan toleransi dan kelemahlembutannya kepada para penyelisih manhaj salaf serta jalannya.

Hal ini bertujuan agar luas ruang lingkupnya, bersemangat untuk mewujudkan kuantitas bukan kualitas, dan mengikuti jama’ah sebelumnya hanya sebagai uji coba.”

Saya telah mendengar sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada dakwah dan kebaikan, bahwa mereka ingin menghilangkan lambang-lambang dan penamaan-penamaan ini secara menyeluruh. Dan mereka masukkan juga di dalamnya nama salafiyah dengan dalil bahwa semua nama-nama dan lambang-lambang ini akan menjurus kepada perpecahan dan kelompok-kelompok.

Keinginan dan tujuan ini di dalamnya mengandung sisi kebenaran dan kebathilan. Kita sepakat atas penghapusan setiap syiar-syiar yang diada-adakan dan mengandung kebid’ahan. Bahkan kebanyakan syiar-syiar tersebut tidak diketahui kecuali baru-baru saja, sekitar lima puluh tahunan belakangan ini dan sebagiannya bahkan tidak sampai umurnya tercatat oleh zaman (karena setelah itu hilang). Baca pos ini lebih lanjut